Selasa, 29 Januari 2008

PRAKTIK KEPERAWATAN MANDIRI ??

Banyak perawat menanyakan apa itu praktik keperawatan mandiri? seperti apa praktik keperawatan mandiri?

Baru-baru ini PP-PPNI mengadakan Workshop Draft Pedoman Praktik Keperawatan Mandiri pada tanggal 25 Januari 2008 guna mendapatkan masukan draft Pedoman Praktik Keperawatan Mandiri yang sudah dibuat oleh tim POKJA.

Pertemuan dihadiri oleh institusi pendidikan (D III dan S1 keperawatan), institusi pelayanan (12 RS di DKI Jakarta), instansi pemerintah (Depkes yaitu Direktorat Keperawatan) dan Dinas Kesehatan serta Sudin Pelayanan Masyarakat dan Sudin Kesehatan Masyarakat DKI Jakarta.

Hasil pertemuan membahas tentang faktor pendukung, faktor penghambat dan draft Praktik Keperawatan Mandiri. Dengan tindak lanjut pertemuan adalah:

1) penyempurnaan draft,
2) pertemuan dengan pakar keperawatan,
3) ujicoba pedoman,
4) penyempurnaan pedoman dan;
5) sosialisasi.

Silakan teman-teman memberikan masukan yaitu :

1. "Apa pendapat teman-teman tentang adanya praktik keperawatan mandiri"?
2. "Setujukah perawat melakukan praktik keperawatan mandiri?"
3. "Sudah siapkah teman-teman melakukan praktik keperawatan mandiri?"
4. "Apa yang perlu dipersiapkan untuk melakukan praktik keperawatan mandiri?"


SILAHKAN ANDA MASUK DI KOMENTAR

Oke. Selamat dan sukses untuk kita semua. Hidup perawat

Senin, 28 Januari 2008

PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN

Perawat berperan penting dalam merawat pasien dengan masalah pernapasan dengan mengambil riwayat penyakit khusus dan melakukan perneriksaan fisik dada. Pengkajian ini memungkinkan perawat mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi dasar dan memberikan kerangka kerja untuk deteksi beberapa perubahan cepat pada kondisi pasien. Pengkajian bermakna bila dilakukan sebelum dan sesudah intervensi yang dapat menunjukan perubahan atau perbaikan status pernapasan. Karena perawat lebih sering dengan pasien, maka seringkali perawat yang mendeteksi perubahan kondisi pasien daripada dokter yang hanya mengunjungi pasien sekali atau dua kali sehari dan meskipun dengan hanya informasi dari hasil foto dada akan kurang menyadari perubahan cepat status pasien.

Riwayat
Riwayat pasien harus dimulai dengan informasi tantang adanya penyakit. Seringkali, bila pasien sangat lemah, maka informasi lebih banyak diperoleh dari saudara atau teman dekat.

Bila ada dispnea, informasi tentang timbulnya gejala penting sekali. Tanyakan apakah hal ini terjadi hanya bila melakukan aktivitas atau bila hanya berbaring (untuk itu minta pasien untuk bangun duduk, ini umum terlihat pada pasien gagal jantung) dan apakah membuat pasien terbangun pada malam hari (dispnea paroksismal nokturnal). Dispnea paroksismal nokturnal sering merupakan tanda gagal jantung tetapi dapat terlihat pada dispnea berat pada kasus lain. Semua penyebab dipsnea harus digambarkan, termasuk faktor eksaserbasi, lamanya episode, dan upaya yang mengurangi keluhan.

Seringkali dispnea terlihat pada penyakit paru sehubungan dengan ketidaknyamanan dada anterior yang harus dibedakan dari angina. Bila ada nyeri dada, harus ditentukan apakah itu lebih dari satu tipe nyeri. Untuk tiap tipe nyeri dada, harus ditentukan lamanya, faktor yang berhubungan seperti aktivitas (yang selalu terlihat pada nyeri jantung), posisi, atau kebiasaan makan; apakah nyeri memburuk dengan bernapas atau gerakan (mis., pleurisi); dan tindakan apa yang mengurangi yang pernah digunakan (mis., istirahat, nitrogliserin, antasida, atau bertahak).

Penyakit pada sistem pernapasan sering menyebabkan produksi, atau perubahan produksi sputum. Perawat dapat menanyakan seberapa banyak sputum dihasilkan dalam 24 jam, berikan pasien tempat untuk menghitungnya (penampung sputum). Warna sputum memberikan informasi penting tentang infeksi. Warna kuning, hijau atau coklat selalu menandakan adanya infeksi bakteri, tetapi sputum yang bersih atau putih menunjukan tak ada infeksi bakteri.

Warna selalu disebabkan oleh sel darah putih dalam sputum. Namun demikian warna kuning dapat terjadi bila ada banyak eosinofil dalam sputum, yang lebih disebabkan oleh alergi daripada infeksi. Peningkatan pada warna atau jurnlah sputum sering berarti infeksi. Kadang-kadang pada infeksi pasien tak mampu membatukkan sputum; penurunan sputum karena memburuknya hipoksemia dan silent chest dapat menandakan terjadinya bronkiolitis. Biasanya batuk tanpa produk sputum berarti infeksi bakteri tidak terjadi. Harus dicoba menentukan apakah mukus datang dari hidung atau sinus sebagai drainase postnasal atau apakah mukus berasal dari dada.
Penting untuk menanyakan apakah ada darah dalam sputum; kadang-kadang pasien takut memperhatikan hal tersebut. Jumlah darah harus dievaluasi berupa lapisan atau bercak-bercak, warna darah mukus, terhadap darah yang sedikit (warna merah terang atau gelap). Juga harus ditentukan apakah darah berhubungan dengan produksi sputum seperti yang sering terdapat pada bronkitis dan pnemonia, atau apakah terjadi sebagai kejadian tunggal, seperti sering pada kasus emboli paru.
Penting untuk mengumpulkan data termasuk riwayat kesehatan lalu. Data ini harus meliputi pemajanan lingkungan dan faktor risiko, riwayat kesehatan lalu, dan riwayat keluarga. Penggunaan tembakao harus dihitung jumlah dan lamanya pasien merokok atau pernah merokok. Khususnya pada pasien lansia, penting untuk menentukan apakah isi regurgitasi dan aspirasi gaster, sering terjadi pada malam, penyebab gejala batuk, mengi, atau dipsnea.

Pemeriksaan Fisik
Kadang-kadang pemeriksaan dada oleh perawat adalah pengkajian paling cepat dan paling nyata terhadap situasi. Diagnosis fisik terhadap dada meliputi empat prosedur:
• inspeksi, atau melihat pada pasien
• palpasi, atau merasakan pasien
• perkusi, atau mengetok pasien
• auskultasi, atau mendengar dada pasien dengan
• stetoskop

Inspeksi
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa faktor.
Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat mengalami sianosis pada ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal.
Secara umum kita membedakan antara sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung atau telinga, meskipun dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami penurunan tekanan oksigen.
Pernapasan “bekerja” adalah tanda penting untuk diperiksa; kita tertarik untuk mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan. Terdapat bicara terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas untuk napas berikutnya adalah pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan bekerja.

Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab distres paru. Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk tetap-mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi dada.

Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.
Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat sebagai 20 kali per menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada menghitungnya.
Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh, bila pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian, bila pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan distres pernapasan berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali panjang inspirasi.
Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara normal kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal. Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell adalah satu kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada bawah dan observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan diafragma dengan benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus sisi yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada unilateral.
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain seperti fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau nasotrakeal yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu cabang utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan pasien biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri. Untungnya perawat selalu menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada normal. Biasanya ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari biasanya. Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu, menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.

Palpasi
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien. Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.” Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas besar.

Perkusi
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada peningkatan udara pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi pekak atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa. Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung.

Auskultasi
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya di atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi napas dan menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat menurun karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan gerakan udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan ter batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:
o bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;
o bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
o bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan napas utama

Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga, keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas vesikuler lebih rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe bunyi napas.
Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan E ke A, dan (2) desiran otot pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar dengan stetoskop dan pasien mengatakan “E” apa yang didengar orang tersebut secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.

Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui stetoskop bila pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang harus ada juga adalah (1) terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah digantikan oleh cairan.
Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan gesekan. Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada edema pulmonalis dan pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi padajalan napas besar.

Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub.
Untuk itu, perawat unit kritis dan ahli terapi pernapasan harus belajar utuk berpartisipasi dalam diagnosa fisik dada sehingga mereka. dapat mendeteksi perubahan kondisi pasien segera saat itu tedadi, daripada menunggu kunjungan dokter yang hanya sekali atau dua kali sehari atau tergantung foto dada harian.
Pengkajian tanda dan gejala pernapasan
Tanda dan gejala utama penyakit respiratori adalah dispnea, batuk, pembentukan sputum, nyeri dada, mengi, jari tabuh, hemoptisis, dan sianosis, manifestasi klinis ini berkaitan dengan durasi dan keparahan penyakit

Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika terdapat peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan napas.
Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks (udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani pembedahan disonea mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.
Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak, mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat bronkus besar oleh tumor atau benda asing.
Pertanyaan yang perlu diajukan pada klien dispnea sebagai berikut:
• Berapa besar latihan fisik yang mencetuskan sesak napas?
• Apakah ada batuk yang ditimbulkan
• Apakah dispnea berhubungan dengan gejala lain?
• Apakah awitan sesak napas mendadak atau bertahap?
• Kapan dispnea terjadi? Siang atau malam hari?
• Apakah sesak napas memburuk ketika klien berbaring terlentang ditempat tidur?
• Apakah sesak napas terjadi ketika istirahat? Saat olah raga? Atau menaiki tangga?
• Apakah sesak napas memburuk ketika berjalan? Jika ya saat berjalan berapa jauh?
Tindakan untuk meredakan sesak napas adalah membaringkan pasien dengan kepala dinaikkan, dan pada kasus yang berat dengan memberikan oksigen.

Batuk
Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa dimana saja dalam saluran pernapasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul dari suatu proses infeksi atau suatu iritan yang dibawa oleh udara, seperti asap, kabut, debu, atau gas. Tipr batuk kering, iritatif menandakan infeksi saluran napas ats dengan asal virus. Laringotrakeitis menyebabkan batuk dengan puncak bunyi tinggi an iritatif. Lesi trakeal mengahsilkan batuk brassy. Batuk berat atau changing dapat menandakan kasinoma bronkogenik. Nyeri dada saat batuk dapat menandakan keterlibatan pleural atau dinding dada.
Evaluasi karakteristik batuk, apakah batuk kering? Hacking? Brassy? Mengi?. Waktu batuk diicatat. Batuk malam hari dapat menadakan awitan gagal jantung kiri dan asma bronkial. Batuk pada pagi hari dengan pembentukan sputum menunjukkan bronkitis. Batuk yang memburuk ketika pasien berbaring menunjukkan drip pascanasal (sinisitis).
Pembentukan Sputum
Pembentukan sputum adalah reaksi paru-paru setiap iritan yang kambuh secara konstan. Pada infeksi bakteri, sputum menandakan purulen (kental dan kuning atau hijau. Sputum rusty menandakan adanya pneumonia bakterialis. Sputum mukoid atau encer sering disebabkan oleh bronkitis virus. Peningkatan sputum secar bertahap dapat menunjukkan adanya bronkitis kronis dan bronkirktase. Sputunm mukoid yang berwarna merah muda menandakan tumor paru, sementara bahan berwarna pink berbusa, dan banyak, yang sering mengalir ketenggorokan dpat menunjukkan edema pulmonal. Sputum yang sangat bau dan napas buruk menunjukkan adanya abses paru.
Tindakan pereda adalah hidrasi adekuat (minum air) dan inhalasi larutan yang mengandung aerosol, yang mungkin diberikan dengan suatu jenis nebuliser. Selanjutnya adalah batuk efektif, hentikan merokok karena merokok mengganggu kerja siliaris, meningkatkan sekresi bronkial, menyebabkan inflamasi dan hiperplasia membran mukosa, serta mengurangi pembentukan surfaktan.

Nyeri dada
Nyeri dada yang berkaitan dengan kondisi pulmonary mungkin terasa tajam, menusuk, dan intermitten atau mungkin pekak, sakit and persisten.Nyeri biasnya terasa pada tempat dimana terjadi patologi, tetapi mungkin dapat beralih kesembarang tempat, misalnya leher, punggung, atau abdomen. Penyakit paru tidak selamanya menimbulkan nyeri dada karena paru-paru dan pleura viseral tidak mengandung saraf sensory dan tidak sensistif terhadap nyeri. Tetapi pleura parietalis mempunyai sangat banyak saraf sensory yang terstimulasi oleh inflamasi dan regangan membrane. Nyeri pleuritik akibat iritasi pleura parietalis terasa tajam dan tampak seperti catch pada inspirasi. Nyeri ini sering digambarkan seperti tusukan pisau. Pasien merasa lebih nyaman jika berbaring pada sisi yang sakit, yaitu postur yang cenderung membelat dinding dada dan mengurangi friksi antara pleura yang cedera atau sakit pada sisi tersebut.
Kualitas, intensitas, dan penjalaran nyeri dikaji dan faktor-faktor pencetusnya diidentifikasi dan digali. Apakah terdapat hubungan antara nyeri dengan postur harus ditentukan.
Tindakan peredaan, dengan medikasi analgesik. Blok analgesik regional dilakukan pada waktunya untuk meredakan nyeri yang sangat hebat. Preparat anestesis lokal disuntukkan sepanjang saraf interkostal yang memperssarafi area yang nyeri.

Mengi
Mengi terjadi karena bronkokonstriksi atau penyempitan jalan napas. Mengi adalah bunyi yang mempunyai puncak yang tinggi, berirama yang terutama terdengar pada saat ekspirasi

Jari tabuh
Jari tabuh ditemukan pada klien dengan kondisi hipoksia kronis, infekai paru kronis dan keganasan paru.

Hemoptisis
Adalah ekspektorasi darah dari saluran pernapasan. Hemoptisi beragam mulai dari sputum bersemu darah sampai hemoragi mendadak dengan banyak darah.
Penyebab yang paling umum adalah :
(1) infeksi pulmonal
(2) karsinoma paru
(3) abnormalitas pembuluh atau jantung
(4) abnormalitas arteri atau vena dan
(5) emboli dan infark pulmonari

Sianosis
Sianosis adalah diskolorasi kebiruan pada. darah yang terjadi apabila sejumlah besar hemoglobin dalam darah tidak berikatan maksimum dengan molekul oksigen. Terdapat empat tempat pada. setiap molikul hemoglobin yang dapat mengikat molekul oksigen. Hemoglobin yang mengikat penuh oksigen disebut jenuh (tersaturasi). Hemoglobin terdeoksigenasi atau terdesaturasi tidak mengikat oksigen secara maksimum.
Apabila konsentrasi hemoglobin dalam darah normal, tetapi ketersediaan oksigen untuk mengikat hemoglobin berkurang, maka molekul-molekul hemoglobin akan mengalami deoksigenasi. Dalam keadaan normal terdapat sekitar 15 gram hemoglobin per 100 mililiter darah. Dalam darah arteri, 98%, atau 14,7 gram per 100 mililiter darah, akan tersaturasi oleh oksigen. Darah vena secara normal memiliki sekitar 75%, atau 11,3 gram hemoglobin per 100 mililiter darah, tersaturasi oleh oksigen, Apabila saturasi oksigen hemoglobin arteri turun di bawah 70%, yang menyebabkan 5 gram atau lebih hemoglobin per 100 mililiter darah tidak tersaturasi, maka sianosis akan jelas tampak.

Pada hipoksemia akibat penurunan konsentrasi hemoglobin, misaInya. anemia normositik normokromik, sianosis tidak akan timbul karena tidak terdapat lebih daripada 5 gram hemoglobin deoksigenasi per 100 mililiter darah. Sianosis tidak akan terjadi pada keracunan karbon monoksida karena tempat-tempat pengikatan di hemoglobin akan tersaturasi, walaupun oleh karbon monoksida dan bukan oksigen. Pada kedua situasi tersebut, hipoksemia terjadi tanpa sianosis.

Pengkajian Kemampuan Bernafas
Frekuensi pernapasan
Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali permenit (Brunner, 2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan penurunan tekanan intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat, sedangakan takipnea adalah pernapasan cepat, umumnya tanpak pada pasien pneumonia, edema pulmonal, asidosis metabolik, septikemia, nyeri hebat, dan fraktur iga.

Tes Fungsi Pernapasan
Tes fungsi ventilasi atau paru-paru mengukur kemampuan dada dan paru-paru untuk menggerakan udara masuk dan keluar alveoli. Pengukuran ini dipengaruhi oleh latihan dan penyakit. Usia, jenis kelamin, ukuran dan postur tubuh adalah variabel lain yang dipertimbangkan bila hasil tes diinterpretasi.

Pengukuran Volume
Pengukuran volume menunjukan jumlah udara. dalam paru-paru selama beberapa berbagai siklus pernapasan. Tiap volume tidak dapat dibagi kedalam bagian ang lebih kecil, karena ini menunjukan unit dasar.
• Volume tidal (VT) adalah volume udara yang digerakkan masuk dan keluar pada tiap pernapasan normal. Ini terukur kurang lebih 500 ml pada pria muda normal.
Volume cadangan inspirasi (VCI) menunjukkan jumlah udara dimana seseorang dapat dengan sekuat-kuatnya menghirup udara setelah inspirasi tidal normal. VC1 biasanya kira-kira 3.000 MI.
Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume udara dimana seseorang dapat dengan sekuat-kuatnya mengeluarkan udara setelah ekshalasi tidal normal. VCE biasanya kira-kira 1. 100 MI.
Volume residu (VR) adalah volume udara sisa setelah ekspirasi kuat. Volume ini dapat diukur hanya dengan spirometer tak langsung, sedangkan yang lain dapat diukur secara langsung.

Pengukuran Kapasitas
Pengukuran kapasitas menghitung sebagian siklus paru-paru. Ini diukur sebagai kombinasi volume sebelumnya.
• Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat diinhalasi (dihirup) sengan kuat bila mulai dari tingkat ekspirasi normal. Ini sama dengan VT ditambah VCI dan kurang lebih 3.500 ml.
• Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah j umlah sisa udara pada akhir ekspirasi normal. Ini adalah jumlah dari VCE dan VR dan kurang lebih 2.300 ml.
• Kapasitas vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang dapat dengan kuat diekspirasi setelah inspirasi kuat maksimal. Ini jumiah dari VD VT, dan VCE. Volume ini kurang lebih 4.600 ml pada pria normal.
• Kapasitas paru total (KPT) sama dengan volume dimana paru-paru dapat diekspansi dengan upaya inspirasi paling kuat. Volume kapasitas kurang lebih 5.800 ml.

Pengukuran Dinamika
Pengukuran berikut disebut pengukuran dinamika, memberikan data tentang tahanan jalan udara dan energi yang dibutuhkan dalam pernapasan (kerja napas).
- Frekwensi atau kecepatan pernapasan (f) adalah jumlah napas per menit. Pada istirahat, f sama dengan kira-kira 15.
- Volume semenit, kadang-kadang disebut ventilasi semenit (VE) adalah volume udara inhalasi dan ekshalasi per menit. Ini dihitung dengan mengalikan VT dengan f. Pada saat istirahat VF, kurang lebih 7.500 ml/mnt.
Ruang mati (VD) adalah bagian dari VT yang tidak berpartisipasi dalam pertukaran gas,alveoli. VD (diukur dalam ml) terdiri dari udara dalam jalan napas (area mati anatomis) ditambah volume udara alveolar yang tidak terlibat dalam pertukaran gas (area mati fisiologis; mis., udara tak diperfusi dalam alveolus karena embolisme paru atau bergerak atau, lebih umum, udara di alveoli yang diperfusi).
Area mati anatomis orang dewasa selalu sama dengan berat badan dalam pon (mis., 140 ml pada orang dengan berat 63 kg). Pada orang sehat, VD hanya terdiri dari area mati anatomis. Ruang mati fisiologis terjadi pada penyakit tertentu.
Pengambilan VD dengan mengurangkan tekanan parsial karbon diokasida arteri (PaC02) dari tekanan parsial karbon dioksida udara alveolar (PaC02). Nilai normal VID pada orang dewasa sehat kurang dari 40% dari VT. Nilai rasio VD/VT ini digunakan untuk mengikuti efektivitas ventilasi mekanis.

Ventilasi alveolar, komplemen dari VD, ditunjukan sebagai volume udara tidal yang terlibat dalam pertukaran gas alveolar. Volume ini ditunjukkan sebagai volume per menit dengan simbol VA. VA menandakan ventilasi efektif. Ini lebih relevan untuk nilai gas darah daripada VD atau VT karena dua ukuran terakhir ini termasuk ruang mati Fisiologis. VA dihitung dengan mengurangkan VID dari VT dan mengalikan hasilnya dengan frekwensi pernapasan per menit:
VA =(VT – VD) x f
Kurang lebih 2.300 ml udara (KRF) tersisa dalam paru saat akhir ekspirasi. Tiap pernapasan baru memasukan kurang lebih 350 ml udara ke dalam alveoli. Rasio udara alveoli baru terhadap volume total udara sisa dalam paru adalah:
350 ml
2300 ml
Namun demikian, udara baru hanya kurang lebih sepertujuh dari volume total yang ada dalam paruparu. VA normal adalah 5250 ml/mnt (350 ml/napas x 15 napas/mnt = 5250 ml/menit)
Pernapasan normal (VT) dapat menggantikan 7500 ml udara per menit (500 ml/napas x 15 napas/ mnt = 7500 ml/mnt), membutuhkan waktu 0,008 dtk/ml:
1 menit x 60 detik
= 0,008 detik/ml
750-0 ml x I mnt
Namun demikian, KRF paru-paru dapat menggantikan seluruhnya dalam 18A detik (2300 ml x 0,008 dtk/mI = 18,4 dtk), bila ada keseragaman difusi udara. Lambatnya frekwensi keluar-masuk mencegah fluktuasi cepat konsentrasi gas dalam alveoli pada tiap pernapasan.

Ventilasi Mekanis
Udara mengalir dari bagian tekanan tinggi ke bagian dengan tekanan rendah. Namun demikian, bila tak ada aliran udara masuk atau keluar paru-paru, tekanan alveolar dan atmosfir dalam keadaan seimbang. Untuk memulai pernapasan, aliran udara kedalam paru-paru harus dicetuskan oleh turunnya tekanan dalam alveoli. Ini melibatkan proses rumit dari banyak variabel, ini sesuai dengan ventilasi mekanis dan melibatkan adanya elastisitas, komplain, tekanan, dan gravitasi.

Rekoil Elastis
Elastisitas adalah kembalinya bentuk asli setelah perubahan karena kekuatan dari luar. Paru-paru dan dada bersifat elastis, memerlukan energi untuk bergerak tetapi dengan cepat kembali ke bentuk awalnya bila energi tidak efektif lagi.
Gerakan ke atas dan ke bawah dari diafragma, yang memanjangkan dan memendekan kapasitas dada, dikombinasi dengan naik dan turunnya iga-iga yang meningkatkan dan menurunkan diameter rongga anteroposterior, menyebabkan ekspansi dan kontraksi
Paru-paru. Ini diperkirakan kurang lebih 70 % ekspansi dan kontraksi paru-paru diselesaikan oleh perubahan ukuran anteroposterior dan kurang lebih 30 % dicapai mdalui perubahan panjang karena gerakan diafragma.
Paru-paru-dua struktur busa (spon) berisi udara melekat pada tubuh hanya pada ligamen paru-paru di mediastinum. Tiga lobus dari paru-paru kanan dan dua lobus paru-paru kiri yang tidak saling melekat. Namun demikian, lapisan membran ruang intrapleural secara konstan menyerap cairan dan gas yang masuk area ini, sehingga membentuk area bebas udara (vakum). Kondisi vakum ini menahan viseral pleural paru-paru dengan kuat terhadap parietal paruparu dinding dada. Parietal (lapisan dinding dada) dan viseral (menutup jaringan paru-paru) pleura bergesekan satu sama lain pada tiap inspirasi dan ekspirasi, dilumasi oleh beberapa milimeter jaringan protein yang mengandung air pada ruang intrapleura.

Komplain
Bukti dari pembahasan sebelumnya bahwa paru-paru dan toraks sendiri mempunyai karakteristik elastis dan menunjukkan kernampuan mengembang. Kemampuan ini disebut komplain (compliance) dan merupakan ukuran dari elastisitas paru-paru. Komplain ditunjukan sebagai peningkatan volume dalam paru-paru untuk tiap unit peningkatan tekanan intra-alveolar.
perubahan volume paru ( liter )
Komplain =
perubahan tekanan paru ( cm H20)
Komplain paru-paru total normal, pada kedua paru-paru dan torak adalah 0, 13 L/cm tekanan air. Dengan kata lain tiap waktu tekanan ditingkatkan sampai jumlah tertentu untuk meningkatkan tinggi kolom air I cm, pengembangan paru-paru dengan volume 130 ml. Karena inspirasi memerlukan kontraksi otot, ini merupakan proses aktif yang mernerlukan energi. Energi juga diperlukan untuk menghasilkan dua faktor lain yang cenderung untuk mencegah ekspansi paru-paru: (1) tahanan jaringan takelastis; dan (2) tahanan jalan napas, berarti energi tersebut dibutuhkan untuk mengatur besar molekul jaringan liat paru-paru itu sendiri sehingga saling bergesekan satu sama lain selama gerakan ekspirasi. Pada kondisi normal ekshalasi adalah proses pasif yang tidak memerlukan energi. Paru-paru dengan dinding dada, rekoil sederhana ke posisi semula.
Orang normal pada saat istirahat menggunakan kurang dari 6% dari oksigen total tubuhnya pada waktu bernapas. Persentase ini meningkat sesuai penurunan diameter jalan napas atau penurunan komplain.
Kondisi atau situasi yang merusak jaringan paruparu menyebabkannya menjadi fibrotik, menghasilkan edema paru-paru, blok alveoli, atau menggang4u ekspansi paru-paru dan kemapuan berkembang toraks sehingga menurunkan komplain paruparu. Bila komplain menurun, akan lebih sulit bagi paru-paru untuk mengembang pada inspirasi. (Bila komplain meningkat, lebih mudah jaringan paru-paru mengembang). Pada adanya edema jaringan, paruparu kehilangan banyak kualitas elastisnya dan jaringan meningkat sifat liatnya dan cairan meningkatkan tahanan takelastis. Kerja pernapasan meningkat, dan energi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas juga meningkat besar. Energi diperlukan untuk ekshalasi bila elastisitas hilang (ernfiserna) atau jalan napas tersumbat (asma).

Pengakajain Diagnostik Fungsi Pernapasan
Uji Fungsi Pulmonal
Uji fungsional paru meliputi pengukuran volume paru, fungsi ventilatory, mekanisme pernapasan, difusi, dan pertukaran gas. Tes ini bergun sebagai uji skreening.

Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pemeriksaan ini membantu dalam mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan oksigen yang adekuat dan membuang carbon dioksida serta tingkat dimana ginjal mampu untuk menyerap kembali atau mengeksresi ion-ion bikarbonat untuk mempertahnkan PH darah yang normal.

Oksimetri Nadi
Adalah metode pemantauan non-invasif terhadap saturasi oksigen hemoglobin. Sensor atau probe sekali pakai diletakkan pada ujung jari, dahi, daun telinga, atau batang hidung. SaO2 normal adalah 95 % s.d 100 %. Nilai dibawah 85 % menunjukkan bahwa jaringan tidak mendapat cukup suplai oksigen.

Pemeriksaan radiologi Dada
Rontgen dada rutin biasanya terdiri atas dua bidang projeksi anteroposterio dan lateral. Rontgen dada diambil saat inspirasi penuh.
Tomografi memberikan bayangan pada paru-paru pada bidang yang berbeda di dalam toraks, berguna pada pasien TB dimana dapat memberikan gambaran infiltrt noduler, memperlihatkan rongga, dan bronkiektase yang berkaitan dengan TB pulmonal.
Computed Tomograph, bayangan yang dihasilkan memberikan pandangan potongan melintang dari dada. Film sinar x regular memperlihatkan perbedaan besar antara densitas tubuh seperti tulang, jaringan lunak, dan udara.
Positron emission tomograph, untuk mengetahui cara sel-sel berfungsi dalam individu yang hidup. Radioisotop mengeluarkan partikel atomik yang disebut positron. Ketika positron bertemu dengan elektron, yang terjadi tepat setelah emisi, keduanya akan dihancurkan dan dua gelombang gamma dilepaskan, semburan energi ini dicatat oleh pemindai PET.
Fluroskopi, digunakan untuk membantu dalam prosedur invasif, seperti biopsi jarum dada atau biopsi tranbronkial.
Telan barium, menunjukkan esofagus dan memperlihatkan perubahan letak esopagus serta gangguan pada lumennya oleh struktur jantung, paru-paru, atau mediatinum..
Bronkografi, jarang digunakan sejak diketemukannya bronkoskopi serat optik dan CT scan.

Pemeriksaan Angiography Pembuluh-pembuluh pulmonary
untuk menyelidiki penyakit tromboembolik paru-paru, seperti emboli pulmonal, dan abnormalitas kongenital pohon vaskular pulmonal. Angograph pulmonal adalah penyuntikan cepat medium radiopaque kedalam vaskula paru-paru untuk keperluan pemeriksaan radiograph pembuluh pulmonal. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menyuntikkan bahan radiopaque kedalam vena atau salah satu atau kedua lengan (secara simultan) atau kedalam vena femoral, dengan menggunakan jarum atau kateter yang sebelumnya telah dipasang didalam arteri pulmonal yang besar atau percabangannya atau kedalam vena proksimal besar kearteri pulmonal

Prosedur Endoskopi
Bronkoskopi
Adalah inspeksi dan pemeriksaan langsung terhadap laring, trakea, dan bronki baik melalui bronkoskop serat optik yang fleksibel atau bronkoskop yang kaku.

Bronkoskopi diagnostik bertujuan :
1. untuk memeriksa jaringan dan mengumpulksn sekret.
2. Untuk menentukan lokasi dan keluasan proses proses patologi dan untuk mendapatkan contoh jaringan guna menegakkan diagnosis (dengan forsep biopsi, kuretase, sikat biopsi).
3. menentukan apakah suatu tumor dapat direseksi atau tidak melalui tindakan bedah.
4. mendiagnosa tempat perdarahan (sumber hemoptisis)

Bronkoskopi terapeutik bertujuan:
1. mrngangkat benda asing dari pohon trakeobronkial.
2. mengangkat sekresi yang menyumbat pohon trakeabronkial, ketika pasien tidak dapat membersihkannya.
3. memberikan pengobatan pascaoperatif pada atelektase.
4. menghancurkan dan mengeksisi lesi

Komplikasi bronkoskop mencakup: reaksi terhadap anestesi lokal, infeksi, aspirasi, bronkospasme, hipoksemia pneumotoraks, perdarahan dan perfusi.

Torakoskopi
Adalah prosedur diagnostik dimana kavitas pleura diperiksa. Insisi kecil dibuat kedalam kavitas pleura dalam suatu spasium interkosta, lokasi insisi tergantung pada temuan-temuan klinis dan diagnostik. Setelah cairan yang ada dalam kavitas pleura diaspirasi, mediastinoskop serat optik dimasukkan kedalam kavitas pleural dan permukaannya dinspeksi melalui intstrumens tersebut.
Indikasi torakoskopi adalah untuk evaluasi diagnostik efusi pleura, penyakit pleura, dan pentahapan tumor.

Pemeriksaan Sputum
Secara umum kultur sputum digunakan untuk mendiagnosis, pemeriksaan sensitivitas obat, dan sebagai pedoman pengobatan.
Ekspektorasi adalah metode yang biasanya digunakan untuk mengumpulkan spesimen sputum. Pasien diintruksikan untuk membersihkan hidung dan tenggorok dan membilas mulut untuk mengurangi kontaminasi sputum. Setelah melakukan beberapa kali napas dalam, pasien membatukkan (meludahkan), menggunakan diafragma dan mengeluarkan kedalam wadah streil.
Jika sputum tidak bisa keluar secara spontan, pasien sering dirangsang untuk batuk dalam dengan menghirupkan aerosol salin yang sangat jenuh, glikol propilen yang mengiritasi atau suatu agen lainnya yang diberikan dengan nebuliser ultrasonik. Metode lainnya seperti : pengumpul spesimen termasuk aspirasi endotrakeal, pembuangan dengan bronkoskopik, penyikatan bronkial, aspirasi trantrakeal, dan aspirasi lambung. Umumnya spesimen yang lebih dalam didapatkan pada pagi hari. Spesimen segera dikirim kelaboratorium.
Pemerikaaan kualitatif dilakukan untuk menentukan apakah sekresi adalah saliva, lendir dan pus atau bukan. bahan yang diekspektorat berwarna kuning-hijau biasnya menandakan iinfeksi.
Aspirasi sputum trantrakeal à diselesaikan dengan mempungsi peura melalui memberan krikotiroid dan dengan memasukkan kateter halus melalui jarum kedalam trakea.

Torasentesis
Adalah aspirasi cairan pleural untuk tujuan diagnosa dan terapeutik. Biopsi jarum pleura mungkin dilakukan pada saat yang bersamaan dengan tindakan torasentesis.

Biopsi Pleura
Biopsi pleural diselesaikan dengan biopsi jarum pleural atau dengan pleuroskopi, yang merupakan eksplorasi visual bronkoskopi serat optik yang dimasukka kedalam spasium pleural. Biopsi pleural dilakukan ketika terdapat kebutuhan untuk kultur atau pewarnaan jaringan untuk mengidentifikasi tuberkulosis atau fungi
Prosedur diagnostik Radioisotop (pemindaian paru)
Terdapat 3 pemindaian paru yaitu pemindaian perfusi, pemindaian ventilasi, dan pemindaianinhalasi. Prosedur ini digunkan untuk mendetekasi fungsi normal paru, suplai vaskuler pulmonal, dan pertukaran gas.

Pemindaian paru perfusi
Dilakukan dengan menyuntikkan agen radioaktif (teknetium) kedalam vena perifer dan kemudian dada dan tubuh lainnya dipindai untuk mendeteksi radiasi. Prosedur ini digunakan secara klinis untuk mengukur integritas pembuluh pulmonal relatif terhadap tekanan darah dan untuk mengevaluasi abnormalitas aliran darah sepeerti yang terjadi pada emboli. Waktu pencitraan 20 s.d 40 menit. Selama waktu tersebut pasien akan berbaring dibswah kamera dengan masker yang dipasangkan diatas hidung dan mulut selama waktu pemeriksaan.

Pemindiain ventilasi
Dilakukan setelah pemindaian perfusi.mpasien melakukan napas dalam untuk menghirup oksigen dan gas radioaktif (xenon, kripton), yang bedifusi keseluruh paru. Pemindaian dilakukan untuk mendeteksi abnormalitas paru terutam bronkitis, asma, fibrosis inflamatorik, pneumonia, empisema, dan kanker paru.

Pemindaian Inhalasi
Dilakukan dengan memberikan droplet bahan radioaktif melalui ventilator tekanan posistif. Pemindaian ini bermanfaat terutama dalam memvisualisasi trakea dan jalan napas besar.

Pemindaian gallium
Adalah pemindaian paru radioisotop yang digunakan untuk mendeteksi kondisi-kondisi inflamatorik, abses, adesi, dan keberadaan dan lokasi tumor setelah kemoterapi dan radiasi.

Prosedur biopsi paru
Ada 3 biopsi paru non bedah dengan angka kesakitan yang rendah yaitu:
1. Penyikatan bronkial trankateter à prosedur ini berguna untuk evaluasi sitologi lesi paru dan untuk identifikasi organisme patogenik, metode ini hanya menyagkut pemasukan kateter melalui membrane transkrikotiroid dengan pungsi jarum, setelah prosedur ini pasien diinstruksikan untuk menekankan jari atau ibu jari diatas tempat pungsi ketika batuk untuk menghambat kebocoran udara kedalam jaringan sekitarnya.
2. Biopsi jarum perkutan à aspirasi menggunakan jarum jenis spinal yang memberikan spesimen jaringan untuk pemeriksaan histologi.
3. Biopsi paru tranbronkial à menggunakan forsep pemotong yang dimasukkan dengan bronkoskop serat optik. Biopsi diindikasikan ketika diduga lesi paru dan pemeriksaan sputum rutin, serta pencucian bronkoskop menunjukkan hasil negatif. Anestesi diberikan sebelum prosedur. Kulit tempat biopsi dibersihkan dan dianestesi dan dibuat insisi kecil. Jarum biopsi dimasukkan melalui insisi kedalam pleura dengan pasien menahan napas saat midekspirasi.

Biopsi Nodus Limfe
Biopsi ini dilakukan untuk mendeteksi penyebaran penyakit pulmonal melalui nodus limpe dan untuk menegakkan diagnosa atau prognosis pada penyakit seperti penyakit hodgkin, sarkoidosis, penyakit jamur, tuberkulosis dan karsinoma.
Mediastinoskopi à pemeriksaan endoskopi mediastinum untuk mengeksplorasi dan biopsi nodus limpe mediastinum yang mengaliri paru-paru. Biopsi dilakukan melalui insisi suprasternal.
Mediastinotomi anterior à insisi dibuat pada kartilago kosta kedua atau ketiga. Mediastinum dieksplorasi, dan biopsi dilakukan pada nodus limpe yang ditemukan. Drainase selang dada akan dibutuhkan setelah prosedur. Diagnmosis ini sangat bermanfaat untuk menentukan apakah Lesi pulmonal dapat direseksi.

Rabu, 23 Januari 2008

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN

PENDAHULUAN

Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.

Perilaku Kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan oleh keluarga belum memadai, keluarga seharusnya mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).

Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan terdiri dari :
• Manajemen Krisis
Yaitu asuhan keperawatan saat terjadi kekerasan

• Manajemen Perilaku Kekerasan (MPK)
Yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga.

PENGERTIAN

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995).
Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaftif.


Rentang respons marah

Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.

Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.

Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.

Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.

Amuk : tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.


FAKTOR PREDISPOSISI

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor pridisposisi,artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaatau saksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
4. Bioneurolgis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

FAKTOR PRESIPITASI

Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

TANDA DAN GEJALA

Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah.
Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
- Observasi:
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang
- Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien.

MASALAH KEPERAWATAN

1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah


POHON MASALAH

Resiko mencederai
orang lain/lingkungan


Perilaku kekerasan


Gangguan harga diri :
Harga diri rendah


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa : Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan

Tujuan Umum : Klien tidak mencederai orang lain

Tujuan Khusus :
I. Manajemen perilaku kekerasan
Klien dapat :
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5. Mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespons terhadap kemarahan
6. Mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol
7. Mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
8. Menggunakan obat yang benar

II. Pada saat perilaku kekerasan
9. Klien mendapat perlindungan dari lingkungan untuk mengontrol perilaku kekerasan.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1.1. Bina hubungan saling percaya
1.1.1. Salam therapeutik dam empati
1.1.2. Perkenalan
1.1.3. Jelaskan tujuan interaksi
1.1.4. Ciptakan lingkungan yang tenang
1.1.5. Buat kontrak yang jelas
1.2. Beri kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab (orang lain, situasi, diri sendiri) perasaan jengkel/kesal

2.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal : tanda-tanda, agresif, kekerasan.
2.2. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
2.3. Simpulkan bersama klien tanda- tanda jengkel/kesal yang dialami klien

3.1. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien
3.2. Bantu klien untuk bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan (yang tidak membahayakan)
3.3. Bicarakan dengan klien : “Apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai ?”

4.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang digunakan klien
4.2. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan klien
4.3. Tanyakan pada klien “Apakah ia ingin cara yang baru yang sehat ?”

5.1. Tanyakan pada klien “Apakah ia mengetahui cara lain yang sehat ?”
5.2. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat
5.3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat
5.3.1. secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, atau memukul bantal/kasur, atau olah raga, atau pekerjaan yang memerlukan tenaga
5.3.2. secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal/jengkel : “saya kesal anda berkata seperti itu : “saya marah karena mama tidak memenuhi keinginan saya”
5.3.3. Secara sosial : latihan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat : latihan asertif, latihan manajemen perilaku kesehatan (MPK)
5.3.4. Secara spritual : sembahayang, berdo’a atau ibadah lain : meminta pada tuhan untuk

6.1. Gali pendapat klien tentang pengungkapan marah secara asertif/sehat
6.2. Beri reinforcement positif terhadap pendapat klien yang benar
6.3. Jelaskan pada klien tentang cara ungkapan marah yang sehat
6.4. Lakukan latihan asertif secara individual dengan cara bermain peran
6.5. Motivasi klien untuk terapkan cara marah yang asertif pada situasi nyata
6.6. Libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok : latihan asertif
6.7. Beri umpan balik positif setiap klien mencoba melakukan marah yang sehat

7.1. Diskusikan bersama keluarga tentang tanda-tanda marah, penyebab klien marah, cara menghadapi klien yang sedang marah
7.2. Beri reinforcement positif terhadap hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

8.1. Menjelaskan macam, dosis dan frekuensi/jam makan obat
8.2. Dorong klien mengidentifikasi manfaat makan obat
8.3. Observasi efek samping obat
8.4. Diskusikan dengan dokter, efek dan efek samping yang ada

Selasa, 22 Januari 2008

MENGHITUNG TETESAN INFUS

Salah satu keterampilan yang harus di miliki sebagai seorang perawat adalah kemampuan untuk menentukan jumlah tetesan infus dalam tiap menit kepada klien. bagi anda yang sudah mengerti dan memahami berarti nilai tambah buat anda. tapi kalau masih belum paham, bisa anda pelajari kasus dibawah ini.

Contoh kasus
Dokter meresepkan kebutuhan cairan Nacl 0,9 % pada Tn A 1000 ml/12 jam. faktor drips (tetes) 15 tetes/1 ml. berapa tetes per menit cairan tersebut diberikan?

Strategi menjawab kasus
1. Ketahui jumlah cairan yang akan diberikan
2. konversi jam ke menit (1 jam = 60 menit)
3. masukkan kedalam rumus (Jumlah cairan yang dibutuhkan dikali dengan faktor drips, lalu dibagi dengan lamanya pemberian)


Jadi jawabannya adalah (1000 x 15)/(12 x 60) = 15.000/720 = 20.86 dibulatkan jadi 21
Cairan tersebut harus diberikan 21 tetes/menit.

OKSIGENASI

I. PENGERTIAN OKSIGENASI
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.

II. TUJUAN PEMBERIAN OKSIGENASI
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung

III. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
A. Saluran Nafas Atas
1. Hidung
• Terdiri atas bagian eksternal dan internal
• Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
• Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
• Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
• Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
• Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
• Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
• Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia

2. Faring
• Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
• Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)
• Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif

3. Laring
• Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea
• Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple)
- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
• Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
• Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batu

4. Trakea
• Disebut juga batang tenggorok
• Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

B. Saluran Nafas Bawah
1. Bronkus
• Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
• Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
• Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
• Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

2. Bronkiolus
• Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
• Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

3. Bronkiolus Terminalis
• Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)

4. Bronkiolus respiratori
• Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
• Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas

5. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
• Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
• Dan kemudian menjadi alveoli

6. Alveoli
• Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
• Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
• Terdiri atas 3 tipe :
- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan

PARU
• Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
• Terletak dalam rongga dada atau toraks
• Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar
• Setiap paru mempunyai apeks dan basis
• Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
• Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
• Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya

PLEURA
• Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
• Terbagi mejadi 2 :
- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
- Pleura viseralis yaitu yang menyelubungi setiap paru-paru
• Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru
• Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru

IV. FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
Bernafas / pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi).

Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat

2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli

3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNAPASAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas.

2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.

3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru.

4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.

5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan kedalaman pernapasan.

6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat mempengarhi pernapasan yaitu :
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.
Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi, difusi gas atau transpor gas oleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang dapat merubah satu atau lebih bagian-bagian dari proses respirasi. Penyebab lain hipoksia adalah hipoventilasi alveolar yang tidak adekuat sehubungan dengan menurunnya tidal volume, sehingga karbondioksida kadang berakumulasi didalam darah.
Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin. Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat cemas, lelah dan pucat.

7. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.

8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas meliputi : hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila sekresi menumpuk disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi).

VI. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.

2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)

3. Riwayat perkembangan
a. Neonatus : 30 - 60 x/mnt
b. Bayi : 44 x/mnt
c. Anak : 20 - 25 x/mnt
d. Dewasa : 15 - 20 x/mnt
e. Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun

4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah / penyakit yang sama.

5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok, pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.

6. Riwayat psikologis
Disini perawat perlu mengetahui tentang :
a. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
b. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
c. Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
d. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapi

7. Riwayat spiritual

8. Pemeriksaan fisik
a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat, darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris

b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak

c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian bawah trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea dapat diketahui.

d. Thoraks
Inspeksi :
• Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya menjadi elevasi ke atas.
• Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk bulat/melingkar dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1 : 1). Pada orang dewasa perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah 1 : 2
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya : Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan sternum sangat menonjol ke depan. Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior mengecil. Barrel chest ditandai dengan diameter antero-posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.
Kelainan tulang belakang diantaranya : Kiposis atau bungkuk dimana punggung melengkung/cembung ke belakang. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung berbentuk cekung. Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.
• Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan/frekuensi pernapasan apakah pernapasan klien eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt, klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya, atau tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt, ataukah apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.
Perlu juga dikaji volume pernapasan apakah hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang ataukah hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang lambat.
Perlu juga dikaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu pernapasan yang ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu pernapasan yang ditandai dengan pengembangan perut.
Perlu juga dikaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irreguler, ataukah klien mengalami pernapasan cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi lambat dan kadang diselingi apnea, atau pernapasan kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.
Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang menetap dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan bernapas hanya bila dalam posisi duduk atau berdiri.
Perlu juga dikaji bunyi napas, dalam hal ini perlu dikaji adanya stertor/mendengkur yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas, atau stidor yaitu bunyi yang kering dan nyaring dan didengar saat inspirasi, atau wheezing yaitu bunyi napas seperti orang bersiul, atau rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan didengar saat inspirasi, ataukah ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di dengar saat ekspirasi.
Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami batuk produktif yaitu batuk yang diikuti oleh sekresi, atau batuk non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi, ataukah hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah
• Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi apakah takhikardi yaitu denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60 x/mnt.
Juga perlu dikaji tekanan darah apakah hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi, ataukah hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.
Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah terjadi anoxia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam jaringan kurang, atau hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam darah kurang, atau hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam jaringan akibat kelainan internal atau eksternal, atau cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku atau kulit akibat deoksigenasi yang berlebihan dari Hb, ataukah clubbing finger yaitu membesarnya jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu yang lama.
Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem bronkhopulmonal selama seseorang berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara pria besar

VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Penurunan kardiak output
5. Rasa berduka
6. Koping tidak efektif
7. Perubahan rasa nyaman
8. Potensial/resiko infeksi
9. Interaksi sosial terganggu
10. Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien

1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Yaitu tertumpuknya sekresi atau adanya obstruksi pada saluran napas.
Tanda-tandanya :
• Bunyi napas yang abnormal
• Batuk produktif atau non produktif
• Cianosis
• Dispnea
• Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan
Kemungkinan faktor penyebab :
• Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi
• Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
• Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
• Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
• Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
• Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan sulit untuk di expektoran
• Immobilisasi
• Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi

2. Pola napas tidak efektif
Yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan jumlah suplay O2 kejaringan tidak adekuat
Tanda-tandanya :
• Dispnea
• Peningkatan kecepatan pernapasan
• Napas dangkal atau lambat
• Retraksi dada
• Pembesaran jari (clubbing finger)
• Pernapasan melalui mulut
• Penambahan diameter antero-posterior
• Cianosis, flail chest, ortopnea
• Vomitus
• Ekspansi paru tidak simetris
Kemungkinan faktor penyebab :
• Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi, obesitas, nyeri
• Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala, keracunan obat anasthesi
• Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang menyebabkan kolaps paru
• CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
• Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
• Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang menyebabkan spasme bronchial atau oedema
• Penimbunan CO2 akibat penyakit paru

3. Gangguan pertukaran gas
Yaitu perubahan asam basa darah sehingga terjadi asidosis respiratori dan alkalosis respiratori.

4. Penurunan kardiak output
Tanda-tandanya :
• Kardiak aritmia
• Tekanan darah bervariasi
• Takikhardia atau bradikhardia
• Cianosis atau pucat
• Kelemahan, vatigue
• Distensi vena jugularis
• Output urine berkurang
• Oedema
• Masalah pernapasan (ortopnea, dispnea, napas pendek, rales dan batuk)
Kemungkinan penyebab :
• Disfungsi kardiak output akibat penyakit arteri koroner, penyakit jantung
• Berkurangnya volume darah akibat perdarahan, dehidrasi, reaksi alergi dan reaksi kegagalan jantung
• Cardiak arrest akibat gangguan elektrolit
• Ketidakseimbangan elektrolit seperti kelebihan potassiom dalam darah

VIII. RENCANA KEPERAWATAN
1. Mempertahankan terbukanya jalan napas
A. Pemasangan jalan napas buatan
Jalan napas buatan (artificial airway) adalah suatu alat pipa (tube) yang dimasukkan ke dalam mulut atau hidung sampai pada tingkat ke-2 dan ke-3 dari lingkaran trakhea untuk memfasilitasi ventilasi dan atau pembuangan sekresi
Rute pemasangan :
• Orotrakheal : mulut dan trakhea
• Nasotrakheal : hidung dan trakhea
• Trakheostomi : tube dimasukkan ke dalam trakhea melalui suatu insisi yang diciptakan pada lingkaran kartilago ke-2 atau ke-3
• Intubasi endotrakheal

B. Latihan napas dalam dan batuk efektif
Biasanya dilakukan pada pasien yang bedrest atau post operasi
Cara kerja :
• Pasien dalam posisi duduk atau baring
• Letakkan tangan di atas dada
• Tarik napas perlahan melalui hidung sampai dada mengembang
• Tahan napas untuk beberapa detik
• Keluarkan napas secara perlahan melalui mulut dampai dada berkontraksi
• Ulangi langkah ke-3 sampai ke-5 sebanyak 2-3 kali
• Tarik napas dalam melalui hidung kemudian tahan untuk beberapa detik lalu keluarkan secara cepat disertai batuk yang bersuara
• Ulangi sesuai kemampuan pasien
• Pada pasien pot op. Perawat meletakkan telapak tangan atau bantal pada daerah bekas operasi dan menekannya secara perlahan ketika pasien batuk, untuk menghindari terbukanya luka insisi dan mengurangi nyeri

C. Posisi yang baik
• Posisi semi fowler atau high fowler memungkinkan pengembangan paru maksimal karena isi abdomen tidak menekan diafragma
• Normalnya ventilasi yang adekuat dapat dipertahankan melalui perubahan posisi, ambulasi dan latihan

D. Pengisapan lendir (suctioning)
Adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang berlebihan pada jalan napas, suction dapat dilakukan pada oral, nasopharingeal, trakheal, endotrakheal atau trakheostomi tube.

E. Pemberian obat bronkhodilator
Adalah obat untuk melebarkan jalan napas dengan melawan oedema mukosa bronkhus dan spasme otot dan mengurangi obstruksi dan meningkatkan pertukaran udara.
Obat ini dapat diberikan peroral, sub kutan, intra vena, rektal dan nebulisasi atau menghisap atau menyemprotkan obat ke dalam saluran napas.

2. Mobilisasi sekresi paru
A. Hidrasi
Cairan diberikan secara oral dengan cara menganjurkan pasien mengkonsumsi cairan yang banyak kurang lebih 2,5 liter perhari, tetapi dalam batas kemampuan/cadangan jantung.

B. Humidifikasi
Pengisapan uap panas untuk membantu mengencerkan atau melarutkan lendir.

C. Postural drainage
Adalah posisi khuus yang digunakan agar kekuatan gravitasi dapat membantu di dalam pelepasan sekresi bronkhial dari bronkhiolus yang bersarang di dalam bronkhus dan trakhea, dengan maksud supaya dapat membatukkan atau dihisap sekresinya.
Biasanya dilakukan 2 - 4 kali sebelum makan dan sebelum tidur / istirahat.
Tekniknya :
• Sebelum postural drainage, lakukan :
- Nebulisasi untuk mengalirkan sekret
- Perkusi sekitar 1 - 2 menit
- Vibrasi 4 - 5 kali dalam satu periode
• Lakukan postural drainage, tergantung letak sekret dalam paru.

3. Mempertahankan dan meningkatkan pengembangan paru
A. Latihan napas
Adalah teknik yang digunakan untuk menggantikan defisit pernapasan melalui peningkatan efisiensi pernapasan yang bertujuan penghematan energi melalui pengontrolan pernapasan
Jenis latihan napas :
• Pernapasan diafragma
• Pursed lips breathing
• Pernapasan sisi iga bawah
• Pernapasan iga dan lower back
• Pernapasan segmental

B. Pemasangan ventilasi mekanik
Adalah alat yang berfungsi sebagai pengganti tindakan pengaliran / penghembusan udara ke ruang thoraks dan diafragma. Alat ini dapat mempertahankan ventilasi secara otomatis dalam periode yang lama.
Ada dua tipe yaitu ventilasi tekanan negatif dan ventilasi tekanan positif.

C. Pemasangan chest tube dan chest drainage
Chest tube drainage / intra pleural drainage digunakan setelah prosedur thorakik, satu atau lebih chest kateter dibuat di rongga pleura melalui pembedahan dinding dada dan dihubungkan ke sistem drainage.
Indikasinya pada trauma paru seperti : hemothoraks, pneumothoraks, open pneumothoraks, flail chest.
Tujuannya :
• Untuk melepaskan larutan, benda padat, udara dari rongga pleura atau rongga thoraks dan rongga mediastinum
• Untuk mengembalikan ekspansi paru dan menata kembali fungsi normal kardiorespirasi pada pasien pasca operasi, trauma dan kondisi medis dengan membuat tekanan negatif dalam rongga pleura.
Tipenya :
a. The single bottle water seal system
b. The two bottle water
c. The three bottle water
4. Mengurangi / mengoreksi hipoksia dan kompensasi tubuh akibat hipoksia
Dengan pemberian O2 dapat melalui :
• Nasal canule
• Bronkhopharingeal khateter
• Simple mask
• Aerosol mask / trakheostomy collars
• ETT (endo trakheal tube)

5. Meningkatkan transportasi gas dan Cardiak Output
Dengan resusitasi jantung paru (RJP), yang mencakup tindakan ABC, yaitu :
A : Air way adalah mempertahankan kebersihan atau membebaskan jalan napas
B : Breathing adalah pemberian napas buatan melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung
C : Circulation adalah memulai kompresi jantung atau memberikan sirkulasi buatan
Jadi secara umum intervensi keperawatan mencakup di dalamnya :
a. Health promotion
• Ventilasi yang memadai
• Hindari rokok
• Pelindung / masker saat bekerja
• Hindari inhaler, tetes hidung, spray (yang dapat menekan nervus 1)
• Pakaian yang nyaman
b. Health restoration and maintenance
• Mempertahankan jalan napas dengan upaya mengencerkan sekret
• Teknik batuk dan postural drainage
• Suctioning
• Menghilangkan rasa takut dengan penjelasan, posisi fowler/semi fowler, significant other
• Mengatur istirahat dan aktifitas dengan memberikan HE yang bermanfaat, fasilitasi lingkungan, tingkatkan rasa nyaman, terapi yang sesuai, ROM
• Mengurangi usaha bernapas dengan ventilasi yang memeadai, pakaian tipis dan hangat, hindari makan berlebih dan banyak mengandung gas, atur posisi
• Mempertahankan nutrisi dan hidrasi juga dengan oral hygiene dan makanan yang mudah dikunyah dan dicerna
• Mempertahankan eliminasi dengan memberikan makanan berserat dan ajarkan latihan
• Mencegah dan mengawasi potensial infeksi dengan menekankan prinsip medikal asepsis
• Terapi O2
• Terapi ventilasi
• Drainage dada

IX. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi dan evaluasi dilakukan sesuai tujuan dan kriteria termasuk di dalamnya evaluasi proses.

Rabu, 16 Januari 2008

STRES, KOPING DAN ADAPTASI

Pendahuluan

Meningkatnya tuntutan dan kebutuhan hidup akan sesuatu yang lebih baik, menyebabkan individu berlomba untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkannya. Tapi pada kenyataannya sesuatu yang diinginkan tersebut kadangkala tidak dapat tercapai sehingga dapat menyebabkan individu tersebut bingung, melamun hingga stres.

Stres yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menyelesaikan masalah tersebut atau biasa disebut dengan koping yang digunakan. Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang, sedangkan jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menyebabkan individu tersebut marah-marah, frustasi hingga depresi.

Berikut akan dijelaskan tentang stres, koping dan adaptasi yang biasa terjadi pada setiap individu, salah satu contoh individu yang akan menghadapi ujian masuk kerja.


Stress

Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian (Keliat, B.A., 1999).

Salah satu contoh stress adalah menghadapi ujian masuk kerja. Ujian masuk kerja bisa diasumsikan oleh individu sebagai hal yang positif, jika dirasakan oleh individu sebagai sesuatu yang harus dilakukan dan individu tersebut siap. Sedangkan dianggap negatif, jika dirasakan oleh individu sebagai suatu ancaman dan individu tersebut tidak siap.

Berdasarkan hal tersebut, maka setiap individu akan mengalami stress karena adanya stimulus (stressor), dimana stimulus tersebut dapat menimbulkan perubahan atau masalah (stress) yang memerlukan cara menyelesaikan atau menyesuaikan kondisi terhadap masalah tersebut (koping) sehingga individu dapat menjadi lebih baik atau menjadi adaptif.

Pada individu, sumber stressor dapat berupa:

1. Lingkungan
a. Sikap lingkungan: berupa tuntutan, pandangan positif dan negatif terhadap keberhasilan diterima bekerja.
b. Tuntutan dan sikap keluarga, misalnya keharusan mendapatkan pekerjaan, keinginan akan pilihan orang tua untuk bekerja.
c. Perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi (IPTEK), makin cepatnya memperoleh informasi dan trend masa depan jika berhasil terhadap sesuatu yang diinginkan

2. Diri sendiri
a. Kebutuhan psikologis yaitu keinginan yang harus dicapai terhadap yang diinginkannya.
b. Proses internalisasi diri, yaitu penyerapan terhadap yang diinginkan secara terus menerus sesuai dengan perkembangannya

3. Pikiran
a. Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan pengaruhnya pada diri serta persepsi terhadap lingkungan
b. Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa dilakukan oleh individu yang bersangkutan.

Pikiran individu yang negarif baik penilaian saat ini maupun masa yang akan datang memberi pengaruh yang lebih berat. Misalnya:
- Kecemasan menghadapi ujian masuk kerja
- Ketakutan tidak lulus ujian masuk kerja
- Ragu-ragu mengikuti masuk kerja

Dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor (Kozier & Erb, 1983 dikutip Keliat B.A., 1999) yaitu:

1. Sifat stressor
Pengetahuan individu tentang stressor tersebut dan pengaruhnya pada individu tersebut

2. Jumlah stressor
Banyaknya stressor yang diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika individu tidak siap akan menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya marah pada hal-hal yang kecil.

3. Lama stressor
Seberapa sering individu menerima stressor yang sama. Makin sering individu mengalami hal yang sama maka akan timbul kelelahan dalam mengatasi masalah tersebut.

4. Pengalaman masa lalu
Pengalaman individu yang lalu mempengaruhi individu menghadapi masalah

5. Tingkat perkembangan
Tiap individu tingkat perkembangannya berbeda.

Koping (Cara penyelesaian masalah)

Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan respons terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu.

Cara yang dapat dilakukan adalah:

1. Individu
a. Kenal diri sendiri
Merupakan tahap awal yang harus dilakukan. Karena individu yang sudah kenal akan dirinya, akan siap untuk menghadapi stressor yang ada. Cara yang dapat dilakukan adalah:
- Identifikasi siapa diri anda
- Tanyakan pada orang lain siapa anda
- Mintalah umpan balik jika anda sudah kenal diri anda
b. Turunkan kecemasan
- Identifikasi penyebab cemas anda
- Cari tindakan yang menurut anda dapat menurunkan kecemasan
- Lakukan teknik relaksasi
c. Tingkatkan harga diri
- Identifikasi aspek positif yang anda miliki
- Mulai gali kemampuan positif yang anda miliki
- Pertahankan aspek positif yang anda miliki
d. Persiapan diri
- Tingkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan anda (belajar)
- Berdoa
- Mencari informasi
- Diskusi dengan orang yang sudah punya pengalaman bekerja
- Identifikasi kebutuhan yang perlu dipersiapkan
e. Pertahankan dan tingkatkan cara yang sudah baik

2. Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat)
a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif
b. Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi
c. dengan anggota keluarganya
d. Berikan bimbingan mental dan spiritual untuk individu tersebut dari keluarga
e. Berikan bimbingan khusus untuk individu, misalnya konseling


Adaptasi

Adaptasi merupakan hasil akhir dari upaya koping. Karakteristik respon beradaptasi
adalah:
- Dapat mempertahankan keseimbangan
- Adaptasi memerlukan waktu
- Kemampuan adaptasi berbeda untuk tiap individu
- Adaptasi melelahkan dan untuk itu perlu bantuan dari orang lain


Penutup

Individu yang sukses adalah individu yang sehat mental dapat masalah yang dihadapinya. Salah satu contoh adalah individu yang sudah mempunyai persiapan mental dalam menghadapi ujian masuk kerja

Persiapan mental yang dapat dilakukan adalah meliputi kenal akan diri sendiri, turunkan kecemasan individu, tingkatkan harga diri, persiapan diri dan tingkatkan dukungan sosial.
Respons dari adaptasi yang dilakukan adalah: perlunya keseimbangan, perlu waktu,
adaptasi berbeda untuk tiap orang, dan adaptasi melelahkan.

PENGGUNAAN KONDOM BUKAN JAMINAN BEBAS HIV

Penggunaan kondom bukan jaminan seseorang bebas tertular virus HIV karena alat kontrasepsi tersebut memiliki pori-pori yang memungkinankan untuk ditembus virus.

"Penggunaan kondom untuk cegah HIV tidak aman 100 persen," kata psikiater dan guru besar FK UI Prof Dr dr Dadang Hawari, di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, pada dasarnya fungsi kondom adalah untuk mencegah masuknya sperma bukan untuk membendung serangan virus.

Menurut dia, penggunaan kondom dalam program KB (keluarga Berencana) saja mengalami kegagalan hingga 20 persen.

"Padahal perbandingan sprema dengan virus itu mencapai 450 banding 1," katanya.

Kondom terbuat dari karet (latex) yang merupakan senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi (berserat dan berpori bagaikan tenunan kain).

Pori-pori tersebut hanya dapat dilihat melalui mikroskop dengan lensa elektron.

Besarnya pori-pori kondom dalam keadaan tidak meregang sebesar 1/60 mikron dan saat meregang 10 kali lebih besar ukurannya.

"Padahal ukuran virus HIV itu kira-kira sebesar 1/250 mikron," katanya.

Dadang mencontohkan, kondom yang beredar di pasaran Amerika Serikat yang terkenal sebagai kualitas terbaik saja mengalami kebocoran hingga 30 persen (di luar pori-pori kondom).

"Kondom yang dijual di Indonesia di pinggir jalan, di tempat yang kena sinar matahari atau lampu langsung, dan apalagi yang sudah kadaluarsa, tidak ada jaminan efektif cegah HIV," katanya.

Menurut dia, alat kontrasepsi latex itu harus disimpan di tempat yang berhawa dingin (20 derajat C) dan kering.

"Kondom bila dipakai pada alat kelamin laki-laki pada suhu 37 derajat dan liang senggama perempuan juga pada suhu 37 derajat, tidak ada jaminan tidak ditembus HIV," katanya.

Kondom idealnya mempunyai cacat lubang kecil mikroskopis (pinholes) maksimum 0,4 persen berdasarkan uji kebocoran dengan pengisian 30 ml air pada suhu kamar. Dengan luas kondom ideal sebesar 80 cm2.

Saat ini badan POM di Amerika Serikat (FDA) telah memberikan persyaratan pada setiap perusahaan kondom agar mencantumkan peringatan di setiap kemasan yang berbunyi bahwa kondom untuk sperma bukan untuk virus.

Menurut Dadang cara untuk menghindari tertular HIV adalah tidak melakukan seks bebas, perselingkuhan, pelacuran, dan homoseksual.

"Pastikan juga darah untuk transfusi tidak tercemar HIV dan selalu gunakan jarum suntik yang baru dan steril," katanya.

Tanpa kondom:
Para ilmuwan tengah mencoba mengembangkan sebuah cara baru untuk mencegah penularan HIV, tanpa menggunakan kondom.

Penelitian yang dimuat di Jurnal Pengobatan Alamiah menunjukkan, untuk pertama kalinya sebuah mikrobisida, bahan kimia yang mampu membunuh mikroorganisma, bisa menghentikan meluasnya HIV.

Jutaan dollar telah dikucurkan untuk membiayai penelitian, yang ditujukan melindungi wanita, agar tidak mengidap penyakit-penyakit yang menular melalui hubungan seksual.

Microbisida, yang tengah dikembangkan dalam bentuk jel atau cairan padat, sepon busa, atau alat pencegah kehamilan, bisa digunakan oleh para wanita sebelum melakukan hubungan seksual.

Selama ini, kondom dinilai sebagi alat pencegah tertularnya HIV melalui hubungan seksual.

Cara kerja metode ini adalah, mikrobisida mencegah virus memasuki sel-sel rapuh di dalam tubuh.

Soalnya, HIV ini akan membuat pertahanan tubuh menjadi melemah.

Sekelompok ilmuwan dari Inggris dan Amerika Serikat memasukkan jel mikrobisida yang mengandung antibodi manusia ke dalam vagina monyet-monyet Macaque, spesies monyet yang hidup di Brazil.

Ternyata, jel ini bisa melindungi monyet-monyet tersebut dari virus HIV monyet, selama lebih dari tujuh jam.

Senin, 07 Januari 2008

SIMPTOMATOLOGI GANGGUAN JIWA

Menurut pandangan patologi, gangguan jiwa atau tingkah laku abnormal adalah akibat dari keadaan sakit atau terganggu yang jelas kelihatan berdasarkan gejala – gejala klinis yang ditampilkan.
Gejala – gejala tertentu yang ditampilkan tersebut berbeda dengan yang ditampilkan pada orang – orang yang tidak terganggu jiwanya (normal). Karena itu untuk melihat apakah seseorang itu terganggu jiwanya atau tidak, dapat dipelajari dari gejala – gejala yang ditampilkannya.

DEFINISI

Simptomatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala – gejala.
Simptomatologi gangguan jiwa berarti ilmu yang mempelajari gejala – gejala gangguan jiwa. Dalam kerja psikiatri (ilmu tentang cara pengobatan jiwa yang sakit), mempelajari gejala – gejala sangat penting artinya. Tidak saja untuk menentukan atau mengklasifikasikan gangguan yang dialami penderita, tetapi yang lebih pentingadalah untuk mengidentifikasi sebab – sebab dari gangguan tersebut (etiologi).

Mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit/gangguan jiwa berarti upaya untuk menghilangkan suatu sebab dan bukan sekedar menghilangkan suatu gejala. Suatu gejala hanyalah manifestasi dari adanya gangguan dan bukan sebab, namun untuk menemukan sesuatu yang menyebabkan gangguan tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari gejala – gejalanya.

Gejala adalah sesuatu yang adanya dipermukaan, sedang sebab adanya dibalik atau di bawah gejala. Sesuatu gangguan dapat dengan mudah dikenali melalui gejala-gejalanya, sedangkan untuk menemukan sebab – sebabnya harus dilakukan melalui studi yang mendalam tentang gejala – gejalanya. Dalam pandangan psikopatologi modern, dikatakan bahwa setiap gejala mempunyai arti yang dapat menjelaskan perkembangan psikodinamik dari penyakit si penderita.

Pada hakekatnya, tiap gejala merupakan satu segi dari proses gangguan secara keseluruhan. Misalnya seorang yang mengalami gangguan pikiran, bukan berarti yang terganggu hanya pikirannya saja sementara aspek yang lain tetap sehat, tetapi sebenarnya gangguan tersebut merupakan gangguan keseluruhan kepribadian. Hanya yang lebih dominan atau lebih menjadi pusat perhatian kita pada aspek pikirannya. Disamping itu, gejala yang dapat dialami atau dilihat dari dalam (misal takut yang irrasional) atau dapat dilihat dari luar (misal berkeringat dingin pada penderita katatonik).

Gejala gangguan mental pada umumnya bersifat kompleks dan merupakan hasil interaksi antar unsure somatika, psikogenik, dan sosiobudaya. Karena itu, gejala selalu menunjukkan adanya dekompresi proses adaptasi dan terdapat terutama dalam pemikiran, perasaan, dan perilaku.

Bagaimana pentingnya mempelajari gangguan jiwa tampak dalam suatu proses penyembuhan yang dilakukan oleh seorang terapis atau dokter. Sebelum terapis atau dokter tersebut memberikan treatment tertentu, maka langkah awal yang dikerjakan adalah melakukan pemeriksaan.

Secara umum, menurut Maramis (1990), pemeriksaan terhadap penderita gangguan jiwa diperlukan untuk mendapatkan satu atau lebih hal – hal berikut ini :
1. Menemukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai dasar pembuatan dignosis serta menentukan tingkat gangguan pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatri khusus) dan selanjutnya penafsiran prognosisnya (ramalan hasil atau akibat suatu penyakit yang diderita seseorang).
2. Menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang dialami.
3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien dalam berpartisipasi secara wajar dalam pengobatan yang cocok baginya.

Hasil pemeriksaan jiwa pasien yang telah dilakukan, selanjutnya disusun dalam bentuk laporan, diharapkan dapat menggambarkan keadaan jiwa pasien dalam arti luas. Karena itu harus mengandung banyak hal tentang aspek kejiwaan manusia itu sendiri, seperti : afek, emosi, cara berbicara (ucapan), proses berpikir (bentuk, isi, dan jalan pikiran), kesadaran, psikomotor, persepsi, fungsi kognitif, termasuk didalamnya persepsi, dan sebagainya. Karena itu pula studi tentang gangguan kejiwaan juga mencakup tentang gangguan – gangguan dalam aspek tersebut.

Untuk memperoleh data tentang gejala – gejala dalam banyak hal tersebut, caranya dapat dilakukan dengan tes maupun nontes. Dengan tes misalnya melalui tes – tes psikologik (tes intelegensi atau tes kepribadian). Dengan nontes misalnya melalui wawancara atau observasi terhadap reaksi-reaksi yang ditampilkan (yaitu reaksi umum dan sikap badan, ekspresi muka, mata, reaksi terhadap apa yang dikatakan dan diperbuat, reaksi otot, reaksi emosi yang tampak, reaksi bicara, wujud tulisan, dan sebagainya).

Pada pasien yang dalam pemeriksaan menunjukkan perilaku tidak kooperatif atau tidak mau bicara (diam), bukan berarti gejalanya tidak ada, sebab tidak kooperatif atau tidak mau bicara itu sendirinsudah merupakan gejala yang penting dalam pemeriksaan.

Dengan demikian, salah satu tujuan pemeriksaan penderita gangguan jiwa adalah untuk menemukan gejala – gejala yang ada pada penderita tersebut, pembuatan diagnosis, pembuatan jenis dan tingkat gangguan yang dialami, pilihan pengobatan dan sebagainya.

Gejala – gejala gangguan jiwa pada umumnya dapat dipahami dari dua segi, yaitu :
1. Deskriptif, hanya melukiskan bagaimana gejala itu terjadi tanpa menerangkan makna dan dinamikanya. Misal : terjadi halusinasi berulang – ulang atau pada saat-saat tertentu (pagi hari) tanpa menerangkan halusinasi apa dan sebagainya.
2. Psikodinamik, tidak hanya menerangkan tentang bagaimana gejala itu terjadi tetapi juga dinamikanya. Misal : kapankah terjadinya, tentang apa gangguannya, bagaimana prosesnya, reaksi psikologis yang ditampilkan kemudian, dan sebagainya.

Dalam mempelajari gejala-gejala gangguan jiwa, perlu dipahami istilah penting sebagai berikut :
a. Sindrom
Sindrom/sindroma adalah kumpulan gejala yang membedakan antara penyakita atau gangguan yang satu dengan yang lain. Misalnya ada sejumlah gejala (a,b,c). Ketiga gejala tersebut dapat dipahami tentang adanya penyakit tertentu. Jadi sifatnya khas dan menunjukkan suatu penyjakit tertentu.
b. Sign
Sign adalah gejala-gejala yang dapat diobservasi (observable) dan pada umumnya bersifat objektif (mengenai fisik).
c. Simptom
Simptom adalah gejala-gejala yang tidak dapat diobservasi (unobservable) oleh orang lain, tetapi mungkin merupakan gejala bagi orang yang bersangkutan. Jadi sifatnya subjektif, karena itu harus ditanyakan kepada yang bersangkutan.
d. Gejala primer primer & sekunder
Gejala primer dan sekunder dibedakan atas urutan munculnya gejala. Gejala primer adalah gejala pertama yang dialami oleh seseorang, sedangkan gejala sekunder gejala yang muncul kemudian. Misalnya seorang penderita insomnia (sulit tidur) kemudian diikuti munculnya halusinasi. Ini berarti insomnia adalah gejala primer dan halusinasi adalah gejala sekunder.
e. Gejala dasar dan gejala tambahan
Gejala dasar adalah gejala-gejala yang ada dalam tiap gangguan tertentu, terutama setelah gangguan tersebut mencapai intensitas tertentu, atau gejala utama dari suatu gangguan tertentu. Gejala ini penting untuk kepentingan diagnosis. Sedangkan gejala tambahan adalah gejala-gejala yang belum tentu ada pada setiap gangguan. Misalnya pada penderita skizophrenia, maka gejala dasarnya adalah kerancuan pikiran, sedang gejala tambahannya dapat berupa halusinasi, ilusi, dan sebagainya yang mungkin berbeda untuk setiap penderitanya.
f. Gejala organogenik dan gejala psikogenik
Pembedaan gejala ini berdasarkan pada asal atau sebabnya. Gejala organogenik adalah gejala-gejala yang muncul sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi organik. Sedangkan gejala psikogenik adalah gejala-gejala yang muncul dan berasal dari adanya gangguan-gangguan dalam fungsi psikologis, yang terutama berakar pada alam kesadarannya. Misalnya seseorang yang pusing karena banyak pikiran, merupakan gejala psikogenik. Sedangkan orang yang pusing karena keracunan makanan adalah gejala organogenik, sekalipun gejala yang ditampakkan bersifat kejiwaan.
g. Gejala prodomal dan residual
Gejal prodomal adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sebelum sakit, pada awal sakit, atau selama fase sakit. Sedangkan gejala residual adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sesudah fase sakit.
h. Perilaku sakit, peran sakit, dan peran pasien (illness behavior, sick role, and patient role)
Perilaku sakit (illness behavior) yaitu reaksi penderita terhadap pengalamannya sebagai orang sakit yang merupakan respon unik individu tentang kesadarannya bahwa ia sakit (orang yang sakit gigi responnya berbeda dengan yang sakit kepala). Perilaku sakit ini misalnya ; meraung-raung, teriak-teriak, dan sebagainya.

Peran sakit (sick role) merupakan aspek lain dari perilaku sakit, yaitu peran penderita yang diberikan masyarakat dalam kaitannya dengan kesadaran sekeliling. Seperti dilayani, disuruh tidur, disuruh berobat, disuruh periksa, dan perilaku mencari kesehatan (heakth seeking behavior). Bagamana peran seseorang yang sakit sangat ditentukan oleh masyarakatnya.

Peran pasien (patient role) pengertiannya lebih sempit dibanding peran sakit, karena merupakan salah satu akibat dari peran sakit dan hanya dijumpai pada penderita yang sudah berstatus sebagai pasien. Peran sakit ini seperti ; patuh pada otoritas dokter, minum obat teratur, dan banyak istirahat. Peran pasien sangat ditentukan oleh pihak medis.